PARBOABOA,
Jakarta Pusat - Kejaksaan
Negeri Jakarta Pusat belum juga memindahkan terpidana kasus korupsi Pinangki
Sima Malasari ke lapas.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyayangkan hal
ini dan meminta untuk segera memindahkan penahanan terpidana Pinangki Sirna
Malasari ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan II A, di Pondok Bambu,
Jakarta Timur (Jaktim).
Pemindahan tersebut, sebagai langkah eksekusi kejaksaan
atas putusan pengadilan yang menghukum mantan jaksa tersebut selama empat tahun
penjara lantaran penerimaan suap.
“Nah jadi alasan, istilahnya itu banyak kerjaan, ya memang
tugasnya Kejaksaan memang bekerja dan termasuk melakukan eksekusi. Jadi ini
alasan yang tidak logis dan alasan yang sekadar dicari-cari alasan saja kalau
banyak kerjaan sampai tahun depan juga masih banyak pekerjaan dan tidak akan
ada eksekusi,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Minggu (1/8/2021).
Menurut Boyamin tindakan menunda eksekusi Pinangki dapat
diartikan adanya perbedaan perlakuan antara Pinangki dengan narapidana lain
yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Padahal sudah lebih dari 3 minggu
putusan pengadilan sudah keluar
"Berdasarkan berita
itu kan telah inkrah tanggal 6 Juli 2021, sehingga kalau dihitung sampai
hari ini, atau kemarin lah hari Sabtu, itu sudah 3 minggu lebih bahkan hampir
mendekati 4 minggu. Jadi kalau mestinya itu di minggu pertama tanggal 7 sampai
tanggal sekitar tanggal 12 itu mestinya ya sudah dilakukan eksekusi minggu
pertama itu," tuturnya.
Jika eksekusi tidak segera dilakukan, Boyamin melanjutkan,
MAKI akan melakukan pelaporan pada Komisi Kejaksaan, Jaksa Agung Muda, serta
Komisi III DPR.
"Jika minggu depan belum eksekusi, maka akan lapor
Komisi Kejaksaan, Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung, dan Komisi III DPR,
untuk menegur Jaksa Agung atas belum eksekusi Pinangki ke Lapas Pondok Bambu
atau lainnya," paparnya.
Pinangki Sirna Malasari merupakan terpidana kasus fatwa
Mahkamah Agung (MA) terkait terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali, Djoko
Tjandra.
Pada pengadilan tingkat pertama, Pinangki divonis 10 tahun
penjara karena dinilai terbukti melakukan tiga tindak pidana sekaligus.
Pertama, nenerima suap sebesar Rp 500 ribu dolar AS dari
Djoko Tjandra. Kedua, melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total
375.229 dolar AS atau senilai Rp 5,25 miliar. Ketiga, melakukan pemufakatan
jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking untuk
menjanjikan 10 juta dolar AS pada Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.
Namun di tingkat banding, putusan itu dipangkas menjadi
hanya 4 tahun penjara.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menyebut tiga alasan pemberian vonis itu, yaitu Pinangki sudah mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya, Pinangki merupakan seorang ibu dan punya seorang anak berusia empat tahun, dan terakhir Pinangki sebagai perempuan mesti mendapat perhatian, perlindungan dan diperlakukan adil.