PARBOABOA, Jakarta - Di masa pandemi Covid-19 ini, hampir semua negara mengalami kesulitan ekonomi. Namun, masih banyak kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di Indonesia mengimpor barang-barang yang sebenarnya bisa diproduksi oleh dalam negeri.
Inilah yang membuat Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) geram. Bahkan, saat memberikan pengarahan di acara Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia yang digelar di Bali pada Jumat (25/3) tadi, Jokowi menyebut Indonesia bodoh karena masih melakukan impor itu.
Mulanya, Jokowi mengatakan bahwa sebetulnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta anggaran BUMN bisa memicu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Caranya adalah dengan membeli produk-produk dalam negeri.
"BUMN jangan lupa, saya detailkan lagi. Rp 420 triliun, ini duit gede banget, besar sekali. Nggak pernah kita lihat dan kita ini kalau digunakan, kita nggak usah muluk-muluk. Dibelokkan 40 persen saja, 40 persen saja, itu bisa men-trigger growth ekonomi kita, pertumbuhan ekonomi kita yang pemerintah dan pemerintah daerah bisa 1,71 persen, yang BUMN 0,4 persen, 1,5 sampai 1,7 BUMN-nya 0,4. Nah ini kan 2 persen lebih. Nggak usah cari ke mana-mana, tidak usah cari investor," ucap Jokowi.
Tapi sayang, hal itu belum banyak dilakukan oleh instansi pemerintah. Dia pun heran mengapa hal tersebut bisa dijalankan.
"Kita diam saja tapi kita konsisten membeli barang yang diproduksi oleh pabrik-pabrik kita, industri-industri kita, UKM-UKM kita, kok nggak kita lakukan? Bodoh sekali kita kalau nggak melakukan ini. Malah beli barang-barang impor. Mau kita terus-teruskan? Ndak, ndak bisa," ujarnya.
Menurut Jokowi, impor barang-barang itu hanya akan menguntungkan negara-negara lain. Padahal, katanya, duit yang digunakan adalah duit rakyat. Jokowi pun kembali membawa-bawa kata bodoh.
"Pekerjaan ada di sana, bukan di sini. Coba kita belokkan semuanya ke sini. Barang yang kita beli barang dalam negeri, berarti akan ada investasi, berarti membuka lapangan pekerjaan. Tadi sudah dihitung bisa membuka 2 juta lapangan pekerjaan. Kalau ini tidak dilakukan, sekali lagi, bodoh banget kita ini," ujar Jokowi yang disambut tepuk tangan peserta kegiatan.
"Jangan tepuk tangan karena kita belum melakukan. Kalau kita melakukan dan itu Rp 400 triliun lebih nanti betul-betul semuanya mengerjakan, silakan semuanya tepuk tangan. Kita hanya minta 40 persen dulu, udah, targetnya nggak banyak-banyak sampai nanti Mei," ucap Jokowi.
Dalam kesempatan itu, Jokowi bahkan menjabarkan sejumlah barang-barang impor yang sebetulnya bisa dibeli dari produksi dalam negeri. Di antaranya CCTV hingga seragam TNI dan Polri.
"Coba CCTV beli impor, di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju buat CCTV saja beli impor," ujarnya.
Kemudian Jokowi juga menyoroti Kementerian Kesehatan yang masih membeli alat-alat kesehatan seperti tempat tidur untuk rumah sakit dari luar negeri. Tidak hanya itu, Jokowi juga mengaku geram alat-alat pertanian hingga pensil dan kertas juga masih diimpor dari luar negeri.
"Kadang-kadang saya mikir, ini kita ngerti enggak sih? Jangan-jangan kita enggak kerja detail, sehingga enggak ngerti barang yang dibeli itu barang impor. Buku tulis impor, jangan ini diteruskan, setop, kita melompat semua kalau beli semua produk dalam negeri meloncat pertumbuhan ekonomi kita," pungkasnya.
Presiden pun menargetkan hingga Mei 2022, anggaran sebesar Rp400 triliun dapat digunakan untuk pembelian barang dari dalam negeri. Selain itu, Presiden meminta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk menyediakan berbagai macam produk yang dibutuhkan oleh pemerintah dalam platform yang tersedia.
“Saya minta dan saya enggak mau ditawar-tawar lagi urusan yang Rp400 triliun di Mei. Segera juga dorong yang namanya UKM-UKM di daerah itu untuk masuk segera ke e-Katalog. Masukkan sebanyak-banyaknya,” tandas Presiden.
Turut hadir mendampingi Presiden dalam acara tersebut antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dan Gubernur Bali Wayan Koster.